01.53

Sumpah ini fiktif!

Bizarre Love Triangle
(Antara Jack, Liz, dan Bud........sumpah ini fiktif!)

Pelaku: Jack, Liz, Bud, Andi.

Cerita ini bermula dari kedatangan orang baru berwajah lama di kantor Jack. Bud namanya. Laki-laki ini dulu bekerja di kantor yang sama dengan tempat Jack bernaung sekarang, tetapi karena sesuatu dan lain hal, dia terpaksa ke luar karena harus pindah ke Denpasar. Setelah sekitar dua tahun, ternyata Bud lebih suka tinggal di Semarang yang panas ini. Karena itulah, beberapa bulan ini dia kembali bekerja di kantor redaksi sebuah stasiun radio swasta berjaringan di Lumpia City, sekantor dengan Jack.

Awalnya sih Jack tidak pernah berburuk sangka terhadap Bud. Hubungan mereka seperti layaknya satu team yang berjibaku mencari berita sebaik dan sebanyak mungkin untuk memuaskan boss. Atau lebih tepatnya Liz, sang koordinator yang diam-diam menjalin cinta dengan Jack. Karena Bud sudah menikah, tidak ada alasan Jack untuk sekedar mencemburuinya hanya untuk mengetes kadar kecintaan Liz kepadanya.

Tetapi ada yang aneh, ketika perempuan yang awalnya sama sekali tidak dicintainya itu menunjukkan perilaku ‘aneh’. Ya ya.....ceweknya itu agak cuek dan tidak seperhatian dari sebelumnya. Pagi-pagi tak ada sapaan hello dear dan sms mesra darinya. Ada apa gerangan?

Jack secara tak sengaja menemukan keganjilan itu ketika membuka peralatan editing di komputer ruangannya. Di layar terpampang gelombang hasil rekaman ketika Bud reportase. Nalurinya berkata dia harus memencet tombol play. Seperti biasa, Liz menyapa Bud dengan suara pelan tak bersemangat untuk meminta Bud melakukan tugas. Setelah selesai, terdengar suara tawa ‘renyah’ dari Bud yang disambut dengan kata-kata tak biasa dari Liz.

“Ya sudah, met tugas lagi ya. Ttdj....makasih bunganya” Suara Liz yang pelan serasa petir di siang bolong. Jack seperti tertampar seribu kali. Belum selesai panas hatinya, terdengar suara Bud menjawab.

“Ok. Kamu jangan lupa makan ya. Bye” Blarr!! Darah Jack naik ke ubun-ubun. Seumur-umur baru kali ini dia merasa dikhianati. Keringat dingin menetes di tengkuk. Tangannya mengepal. Jantungnya berdetak tak beraturan. Ingin rasanya saat itu juga merobek-robek komputer di depannya (Tukul kaleee...).

“Hai bro.....makan yuk” Suara dan tepukan Andi dari belakang mengagetkan Jack hingga mukanya pias.
“Hah? Kamu sakit bro?”
“Eh enggak kok. Sori aku sudah makan tadi. Lagian aku masih ada kerjaan. Kamu makan sendiri saja ya?”
Andi mengacungkan jempolnya tanda setuju.

***
Di kamar kosnya Jack gelisah tak tentu. Matanya nanar memandang langit-langit. Hatinya geram tiada tara (busett.....puitis banget). Dia ingat masa awal jadian dengan perempuan berambut ombak panjang itu di Black Canyon. Kenapa aku bisa menerima cintanya ya? Bagaimana mungkin aku bisa mencintainya? Apa sih yang menarik dari dia? Nggak ada. Tapi kok aku bisa jadian? Oughh.....tidakkk! Jack mengibaskan kepalanya kuat-kuat. Tapi ini bukan mimpi. Ini beneran. Trus kalau beneran, kenapa aku cemburu dengan Bud? Bisa-bisanya Liz mengkhianatiku? Apa sih istimewanya dia? Argghhhhhhh! Jack tak kuasa meneruskan bayangannya. Ya ya ya....aku bisa menerima dia karena selama ini aku selalu membayangkan bahwa Liz adalah perempuan mendekati sempurna. Berkulit putih bersih, berambut lurus, lincah, charming, tidak gendut, fashionable, bersuara merdu, good looking, segala yang berbalikan dari realitas. Itulah sebabnya dia bisa menerima Liz. Tapi setelah pengkhianatan ini? Darahnya kembali mendidih.

***
Andi manggut-manggut mendengar pengakuan Jack. Dia tak menyangka sahabatnya itu cemburu mengetahui rekaman suara mesra Bud kepada perempuan yang baru satu minggu dipacarinya itu.

“Kamu salah paham, bro. Bud sih pernah cerita ke aku, kalau itu hanya trik saja, biar Liz nggak cemberut gitu. You know-lah, di lapangan kan kerjaan berat. Jadi Bud cuman mancing biar ada dikit seger-seger gitu”.
“Mancing apaan? Serius....mesra gitu. Kamu tahu dong, Liz kan GR-an orangnya. Bisa-bisa Bud dikira naksir. Amit-amit.”

Andi angkat tangan. Hatinya maklum,tampaknya laki-laki bukan perokok yang sangat memperhatikan jam tidurnya itu benar-benar terbakar api cemburu. Akhirnya dia memutuskan untuk mengklarifikasinya ke Bud, supaya semua gamblang.
Alhasil, Andi menyampaikan semuanya kepada Bud. Dan Bud tersenyum simpul. Dia menyampaikan maksudnya untuk berbicara empat mata dengan pacar Liz malam harinya di kantor, selepas mengerjakan tugas. Malam itu Andi hanya memantau pertemuan keduanya dari ruang tengah, sekedar jaga-jaga kalau terjadi pertumpahan darah atau sesuatu yang tidak diinginkan.
***

“Aku tahu kamu lagi kesel, Jack. Biarkan aku jujur,ok?” Bud mengawali pembicaraan. Jack tertunduk tak bergeming.
“Aku tidak bermaksud menyakiti siapapun. Aku sendiri heran dengan pacarmu itu, yang tiba-tiba berlaku mesra sama aku. Tiap pagi dan malam dia selalu mengirimi sms yang isinya memperhatikan kesehatanku, makanku, dan lainnya. Dia juga menyinggung-nyinggung tentang keberadaan istriku di Denpasar. Apa maksudnya? Aku tak tahu. Sampai kemudian dia memberiku kue sebelum berangkat liputan. Jack, aku tak tahu maksudnya apa?” Nada Bud merendah. Gigi Jack gemeletuk menahan amarah. Apa sih maksud Liz?
“Trus kenapa kamu memberinya bunga?” Suara Jack berat, menahan emosi.
“Ya ampun...itu bunga waktu ada aksi damai dari KPI. Bunga yang ditempel di flyer untuk aksi damai di hari perempuan. Ya itu aku taruh saja di meja. Mana aku tahu kalau ternyata yang ngambil dia. Malah awalnya aku mau kasih itu ke Mbak Tati. Aku juga baru tahu siang itu kalau yang nerima dia. Alamak....Jack, aku tak akan pernah mengganggu kalian. Percayalah.” Bud menepuk pundak Jack hangat. Dia bersyukur rekan setimnya ini percaya dengan penjelasannya.
***

Apakah masalah sudah selesai? Ternyata kadar cinta Jack ke Liz memang sedang diuji. Reda satu masalah, muncul masalah lain. Sehabis liputan lagi-lagi laki-laki asal Purwokerto ini mendapati hal aneh. Di bloknote Liz tertulis (tulisannya Liz) untaian puisi yang membuat hatinya terbakar kar kar......
“Seandainya waktu bisa berputar arah, aku akan memilihmu. Kau begitu dewasa, bisa menjadi sandaranku. Tetapi sayang, waktu berlalu begitu cepat. Biarkan aku mencintaimu tanpa memilikimu. Aku cukup bahagia memandangmu tiap hari, mengasihimu. Biarkan aku, Bud. With love, Liz”

“Kampretttttt.....!” Jack geram dengan sendirinya. Bergegas dia meninggalkan kantor untuk kembali ke kos. Tiba-tiba mata hatinya seperti terbuka.
“Bagaimana mungkin aku bisa mencintainya? Enggaklah, enggak..!! ini lagi-lagi mimpi. Dan aku yakin, aku tak akan bisa diperdayainya. Tidakkkk.....ini mimpi, mimpi....!” Jack berteriak sepanjang jalan.

But Guys....apakah cerita yang kedua ini benar-benar mimpi Jack? Ayolah Jack....kamu bersuara. Juga Bud, apa benar kamu tak pernah memberinya bunga? Ngaku...!Hahaha....peace

0 komentar: