20.58

Harus

Kadang aku merasa untuk mendapatkan sesuatu itu sifatnya 'harus'.
Sampai kini ego itu masih saja menjadi beban bagi diriku sendiri, dan tentunya orang lain yang pernah merasakan dampak dari ego itu.
Tetapi kalau mau berpikir jernih, sedikit tambah bersabar, ternyata sesuatu yang terlihat 'harus' itu menjadi 'tidak selalu harus'.
Langkah terberat adalah ketika mencoba menggeser perspektif itu.
Yang pasti, terberat bukan berarti tidak bisa.
Semoga aku selau diberi pikiran jernih, untuk melegakan hati, menepis ego ini.
Amien...

01.10

Seolah di Atas Pelangi

Semakin mantap Husni melewati hari-harinya. Semakin lengkap sudah ia merasakan nikmat hidupnya. Semenjak Joe mengatakan kalau cinta Liz hanya untuk Husni, seolah jantung pria kerempeng itu membengkak, dipenuhi bunga-bunga cinta. Selain itu dukungan dari teman-teman menyatakan bahwa Husni sebaiknya melanjutkan hubungan ini ke tahapan lebih serius menjadikannya lebih optimis menghadapi masa depannya. Menapaki hari seolah di atas pelangi, warna-warni indah sekali. Ow ow…..

Suatu petang seperti biasa, Husni berfutsal ria bersama teman-teman mantan se-kantornya dulu. Tiba-tiba Iyun, wartawan sebuah media cetak di kotanya mendekati Husni dan memberikan selamat.

“Selamat ya. Akhirnya kamu akan segera menikahi Liz. Aku sama sekali tak menyangka. Luar biasa lhp, Sob.”

Sontak teman-teman yang lain pada kaget dan memberikan ucapan yang sama ke Husni.

“Yang bener? Kenapa nggak dari dulu sih?” Argo, cowok tambun yang sexy itu tertawa sambil menepuk bahu Husni.

“Woi Husni...selamat ya. Aku tak menyangka selama ini di antara kalian telah bersemi biduk-biduk cinta. Aku turut senang mendengarnya. Resepsi mau di mana nih?” Adhi, cowok keturunan Arab itu terlihat ceria memberikan selamat kepada patner kerjanya itu.

Husni hanya tersenyum simpul. Di hatinya semakin bermekaran bunga-bunga cintanya kepada Liz.

“Ternyata teman-temanku mendukung. Ya sudahlah, apa mau di kata? Aku lebih yakin sekarang. Ya Tuhan, berilah anugerahmu selalu kepadaku dan Liz.” Doanya dalam hati dengan tulus. Hmmm....akhirnya....:-)

01.08

Antara Futsal, Kau, dan Bekas Pacarmu

Husni melatih kekasihnya belajar main futsal. Kalau yang begini tentu bukan sembarang futsal. Istilahnya apa ya? Entahlah. Pastinya hati pria kurus yang rajin berolahraga itu berbunga-bunga sepanjang sesi latihan. Apalagi, saat ini pikirannya terfokus pada bagaimana mengembalikan masa-masa romantis dengan seseorang yang sangat dicintainya, dan sempat menghilang beberapa saat, karena cemburu dan kurang yakin, bahwa ia akan menjadi miliknya, selamanya.

“Peraturannya beda jauh nggak sih sama football yang sebenarnya? Ada bedanya?” Liz bertanya kepada Husni pada saru sesi latihan sore itu. Jantung Husni berdegup, merasa sedikit bangga.

“Futsal lebih fleksibel sih, peraturan standard saja yang perlu diinget, seperti handsball, itu sudah pasti, santai saja okay?” Perempuan dengan tubuh berisi itu tersenyum. Jantung Husni berdetak lebih cepat.

“Kenapa sih kamu suka futsal? Yang nonton banyak cewek-cewek ya?” Olala....Liz cemburu tampaknya. Dahi Husni mendadak berkeringat.

“Emh, enggaklah. Futsal kan olahraga yang mementingkan teamwork. Lagian seneng saja, ketemu teman-teman lama, sekalian reuni dan sehat. Di sana full cowok-cowok kok, nggak ada ceweknya. Kamu mau ikut?” Liz mengerjapkan mata sejenak.

“Boleh?” tanyanya berharap. Di sudut hati Husni tiba-tiba bermekaran bunga aneka warna, luar biasa harum baunya.

“Ya bolehlah.” Bibir pria yang nge-fans tim setan merah itu tersenyum senang.

“Tapi...Jack ikut nggak?” pertanyaan Liz begitu pelan nadanya, tetapi mata Husni menjadi gelap seketika. Jantungnya bergejolak tak beraturan. Nafasnya sesak tertahan. Ingatannya kembali ke masa ketika Jack dan Liz pernah dekat, menyisakan cemburu yang amat dahsyat berkecamuk di benaknya. Ingin rasanya saat itu ia memutar kembali roda waktu beberapa detik ke belakang, supaya Liz tak pernah menanyakan JACK pada waktu hatinya sedang senang dan bahagia seperti ini.

“Hei....kok malah diem?” Liz mengelus bahu Husni pelan. Husni tergagap.

“Eh sori..ehm, Jack? Oh dia, dia nggak ikut.” Jawab Husni singkat, sedikit merutuk.

“Oh ya sudah. Kalau gitu aku ikut ya nanti, kabari aku kalau kamu futsal. Jangan lupa, kalau tak keberatan, kamu bisa menjemput aku kan ke rumah?”

Suara Liz berapi-api. Suara yang membuat Husni tak berdaya menolak pesona perempuan yang saat ini mengisi hatinya itu. Semoga mulai hari ini akan menjadi semakin indah seterusnya, Tuhan....doanya dalam hati.*

19.51

Perasaan Sesaat?

Perasaan itu tiba-tiba saja adanya.
Begitu senang, dan hanya senang, mengetahui kau masih ada, di sana.
Ketika kau menghilang, sungguh..aku benar-benar kehilangan, dan kosong.
Seperti gelas tak berisi.
Aku sadar terlalu dini untuk mengatakan semua ini padamu.
Dan aku hanya berharap, kau tahu, mengerti apa yang kurasakan.
Pun kalau ini hanya perasaan sesaat, sungguh, aku tak akan pernah menyesalinya.
Tetapi apabila kau juga merasakannya,
Demi Tuhan, aku sangat menyukuri anugerah indah yang Kau berikan saat ini.
Entah apa yang terjadi, karena aku merasa senang, happy……
Seperti kata-kata yang terus kausampaikan padaku,
Bahwa kau selalu baik-baik saja, dan selalu…..

19.49

Terkhianati

Sama sekali tak pernah terlintas dalam benak Husni, bahwa dengan nyata senyata-nyatanya, Liz telah menyakiti hatinya. Di depan matanya, ia melihat laki-laki kerempeng dan tidak lebih tampan darinya itu bercanda ria dengan perempuan yang beberapa bulan ini mengisi hatinya. Entah apa maksudnya, yang jelas ada perasaan menyesak teramat dalam di lubuk hati terdalam Husni.

“Mungkin aku salah tidak pernah mengatakan kepadamu, bahwa hati ini sudah kaumiliki. Tapi apakah selalu harus semua itu dengan cara mengatakan? Tidakkah kau bisa merasakan?” Jerit hati Husni menahan sakit. Ia ingat hari-hari ketika Liz masih membutuhkannya untuk melewatkan hari, sebagai tempat curhat, dan teman di kala sedih. Sangat jelas terngiang kata-kata Liz di suatu sore, di ruangannya.

“SOri ya, kalau selama ini kamu menjadi tempat curhatku. Aku tak punya siapa-siapa lagi selain kamu. Bahkan aku merasa, kamu seolah sudah menjadi bagian dari hidupku.”

Seandainya ada petir di siang hari saat itu, mungkin akan kalah suara dengan kencangnya degup jantung laki-laki low profile itu. Arrghhh…..dan sekarang semua sirna, setelah kedatangan laki-laki ‘entah’ yang seminggu ini menggantikan posisinya menempati kebersamaanya dengan Liz.

Apakah itu sebuah pengkhianatan? Atau bukan? Entahlah, yang jelas ada seseorang yang merasa tersakiti, tersingkir. Ada yang bilang “jangan suka main api, nanti bisa terbakar, begitu juga dengan hati, janganlah dimainin”. Alamakk…..dalam pertemanan saja seandainya kita dikesampingkan begitu ada yang lain, rasanya sungguh sakit. Apalagi kalau tiap-tiapnya main hati, bisa perih. Husni, sebaiknya kauungkaplah isi hati, biar dia mengerti, bahwa hal itu sudah menyakitimu. Tapi kalau memang ia sengaja main hati, keputusannya ada di kamu, menerimanya, membalasnya, atau mengenyahkannya. Tentukan

00.50

be Happy...

Kembali ada pelajaran kehidupan buat aku secara pribadi.
Bahwa sebisa mungkin kita mencoba berbuat baik kepada orang lain, karena kita menginginkan hal yang sama, bahkan lebih.
Itu saja kadang kita mendapat balasan yang tidak sesuai.
Apalagi kalu berlaku negatif, efeknya selain ke orang lain, ke diri kita.
Salah satunya adalah ketidakpercayaan orang lain pada kita.
Menyedihkan.

21.11

Jarak

Jarak bisa membuat kita merasa jauh dari seseorang,
Entah itu dalam perasaan tentang sesuatu,
Atau kebiasaan komunikasi, yang terhalang oleh sesuatu.

Tak Jarang hal seperti bisa memunculkan praduga,
Bahwa kita punya rasa curiga, berkurang percaya.

Tapi kalau keyakinan itu ada,
Semua akan terlewati dengan apapun.