Gosip bahwa Ren telah menembak Liz merebak luar biasa di kantor. Emtah siapa yang menyebarkan, sehingga info itu begitu heboh. Saban hari ada saja tingkah Liz yang aneh-aneh. Mulai dari sering senyum sendiri, menjadi agak ramah dibanding biasanya, tiap siang refreshing dengan memutar lagu-lagu cinta. Ya, jelaslah sedikit banyak hal itu membuat satu langkah kemajuan bagi seorang Liz, lantaran semua sikapnya bertolak belakang dari sebelumnya.
“Lumayan ya mas, sekarang Mbak Liz sudah agak ramah. Kalau begini terus kan rada enak suasana kantor”. Komentar Mbak Tati, bagian keuangan yang tak pernah ambil pusing dengan kelakuan Liz, saking ‘empet’nya. Andy yang diajak ngomong hanya manggut-manggut mengiyakan.
“Aku juga merasakan dampaknya sih, Mbak. Jarang marah-marah kalau minta berita untuk liputan”. Bud menimpali.
“Apa sih yang menarik dari dia? Kok Ren bisa jatuh cinta ya?” Jack seolah berbicara dengan komputer di depannya. Bud, Tati dan Andy serempak menoleh. Mereka tidak menyangka Jack mendengarkan percakapan ketiganya.
“Lho....lha nggak tahu. Kenapa Jack? Kamu nggak pa pa kan?” Tanya Bud hati-hati. Jack kaget. Tampaknya gerutunya cukup keras, sehingga Bud mendengarnya.
“Eh iya, nggak pa pa kok. Sory aku tadi salah ngomong” Ralatnya buru-buru. Andy, Tati dan Bud berpandangan tanda mengerti. Uh la la...apakah Jack cemburu ya? Brrr....
***
Di ruangan musik, terlihat Juan dan Liz berbicara serius. Andy pura-pura main game supaya bisa mendengarkan leluasa obrolan dua perempuan teman kerjanya itu.
“Terus terang aku bingung. Aku harus menerima dia nggak ya?” pertanyaan Liz seolah ditujukan kepada dirinya sendiri.
“Ya ngapain bingung. Sudah jelas kan, dia nembak kamu? Apalagi kamu bilang, body oke, seiman. Apalagi sih yang kamu tunggu?”
“Iya sih. Tapi aku rada nggak nyambung kalau ngobrol. Aku juga takut. Jangan-jangan dia nembak aku, karena aku anak orang berada”. Juan merasa maklum.
“Ya kamu jangan berpikir gitu dong. Kamu lihat potensi dia. Kalau memang dia punya skill, ada niat baik, ya nggak seperti itu dong.”
Liz terlihat ragu-ragu. Matanya menerawang.
“Tapi saat ini ada laki-laki yang mendekati aku juga.’ Mata Juan terbelalak tak percaya. Andy sampai menghentikan permainannya sejenak.
“Siapa?”
“Namanya Ano. Aku kenal lewat chatting sih. Dia juga seiman, potensinya malah lebih baik dari pada Ren”.
“Kamu tahu dari mana?” tanya Juan.
“Ya dari chatting”.
“Gantengan mana sama Ren?” cerocos Juan lagi.
“Ya...Ren. tapi secara level pendidikan Ren nggak sebanding dengan aku”. Juan akhirnya bisa maklum lagi.
“Ya sudah. Sekarang aku mau nanya sama kamu. Dari sekian laki-laki, siapa yang sudah pernah kamu kencanin, yang nelpon duluan?”
“Ren..”
“Siapa yang pernah bilang kamu cantik?’
“Ren..”
“Siapa yang nembak duluan?”
“Ren..”
“Hanya Ren kan?”
“Iya...”
“Sudah jelas jawabnya kok. Tapi terserah kamu deh. Kalau kamu nggak yakin ya nggak usah diterima, kalau yakin, ya terima. Titik.” Kata Juan tegas.
“Tapi..”
“No. Nggak ada tapi. Pembicaraan sudah selesai. Andy, minggir. Aku gantian main game.” Andy beringsut, karena tempat duduknya diambil alih Juan. Sementara itu Liz masih terlihat gamang.
“Ya lihat nantilah. Aku bingung. Milih Ren, atau Ano?” Itu kalimat terakhir Liz sebelum berlalu meninggalkan ruangan. Sesaat setelah berlalu Andy dan Juan saling berpandangan dan mengerenyitkan dahi.
“Ano nggak jelas aja kok diturutin. Maunya apa sih anak itu., sudah bagus ada yang mau jadiin dia pacar. Biasanya juga dia yang selalu nembak tapi gagal. Giliran ada orang yang bener suka, malah Ge-er. “ Juan ngomel tak keruan. Andy menghela nafas berat. Pikirannya teringat pada Ren, sepupunya yang benar suka sama Liz. Dia tahu betapa kecewanya kalau sampai mendengar apa yang disampaikan Liz. Tetapi diam-diam dalam hati dia berdoa agar Ren menemukan perempuan terbaik, lebih baik dari Liz, karena memang Ren adalah laki-laki yang sangat baik. But..nggak tahu ya, ini doa tulus, atau ada side effect, artinya....Andy biar tak pernah kehilangan Liz? Wuhuu....
***
Akhirnya memang benar, cinta Ren ditolak oleh Liz. Ren menceritakan itu kepada Juan melalui telepon.
“Alasannya apa?” Tanya perempuan berdarah Ambon itu penasaran.
“Ya katanya dia sudah memilih laki-laki bernama Ano. Dia sulit melupakannya. Ya sudah. Aku tak bisa maksa toh?” kata Ren. Juan mengerti. Ketika itu disampaikan kepada Rif, laki-laki bergelar Sarjana Komunikasi itu tertawa keras-keras.
“Ya ampun. Dia itu memberati seeorang yang nggak jelas ujung pangkalnya. Ano itu nggak jelas asal keluarganya. Dan sekarang pergi meninggalkan Liz dengan alasan yang tak jelas pula. Bahkan katanya dia sempat pinjam uang sekian juta rupiah untuk biaya perjalanan entah ke mana. Apa itu sih yang diberati? “
Juan mengangka pundak tanda tak tahu. Andy mengepulkan asap rokoknya perlahan. Jadi seperti itu to ceritanya. Ya ya, mungkin Ren memang belum beruntung bisa memilikinya. Tetapi Ren pasti lebih beruntung dengan tidak memilikinya. Bagaimana mungkin dia bersaudaraan dengan Liz? Yang pernah memberinya hadiah diam-diam sebagai tanda cinta?
Nah, kalau yang ini nggak tahu tuh. Apakah Andy tidak rela karena tak sanggup menyaksikan kebahagian Liz bersanding dengan pria lain? Ataukah masih ada harapan bagi Andy untuk bisa merebut hati Liz? Meski harus berkompetisi dengan Jack dan Bud? *
21.32
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar