Gosip bahwa Ren telah menembak Liz merebak luar biasa di kantor. Emtah siapa yang menyebarkan, sehingga info itu begitu heboh. Saban hari ada saja tingkah Liz yang aneh-aneh. Mulai dari sering senyum sendiri, menjadi agak ramah dibanding biasanya, tiap siang refreshing dengan memutar lagu-lagu cinta. Ya, jelaslah sedikit banyak hal itu membuat satu langkah kemajuan bagi seorang Liz, lantaran semua sikapnya bertolak belakang dari sebelumnya.
“Lumayan ya mas, sekarang Mbak Liz sudah agak ramah. Kalau begini terus kan rada enak suasana kantor”. Komentar Mbak Tati, bagian keuangan yang tak pernah ambil pusing dengan kelakuan Liz, saking ‘empet’nya. Andy yang diajak ngomong hanya manggut-manggut mengiyakan.
“Aku juga merasakan dampaknya sih, Mbak. Jarang marah-marah kalau minta berita untuk liputan”. Bud menimpali.
“Apa sih yang menarik dari dia? Kok Ren bisa jatuh cinta ya?” Jack seolah berbicara dengan komputer di depannya. Bud, Tati dan Andy serempak menoleh. Mereka tidak menyangka Jack mendengarkan percakapan ketiganya.
“Lho....lha nggak tahu. Kenapa Jack? Kamu nggak pa pa kan?” Tanya Bud hati-hati. Jack kaget. Tampaknya gerutunya cukup keras, sehingga Bud mendengarnya.
“Eh iya, nggak pa pa kok. Sory aku tadi salah ngomong” Ralatnya buru-buru. Andy, Tati dan Bud berpandangan tanda mengerti. Uh la la...apakah Jack cemburu ya? Brrr....
***
Di ruangan musik, terlihat Juan dan Liz berbicara serius. Andy pura-pura main game supaya bisa mendengarkan leluasa obrolan dua perempuan teman kerjanya itu.
“Terus terang aku bingung. Aku harus menerima dia nggak ya?” pertanyaan Liz seolah ditujukan kepada dirinya sendiri.
“Ya ngapain bingung. Sudah jelas kan, dia nembak kamu? Apalagi kamu bilang, body oke, seiman. Apalagi sih yang kamu tunggu?”
“Iya sih. Tapi aku rada nggak nyambung kalau ngobrol. Aku juga takut. Jangan-jangan dia nembak aku, karena aku anak orang berada”. Juan merasa maklum.
“Ya kamu jangan berpikir gitu dong. Kamu lihat potensi dia. Kalau memang dia punya skill, ada niat baik, ya nggak seperti itu dong.”
Liz terlihat ragu-ragu. Matanya menerawang.
“Tapi saat ini ada laki-laki yang mendekati aku juga.’ Mata Juan terbelalak tak percaya. Andy sampai menghentikan permainannya sejenak.
“Siapa?”
“Namanya Ano. Aku kenal lewat chatting sih. Dia juga seiman, potensinya malah lebih baik dari pada Ren”.
“Kamu tahu dari mana?” tanya Juan.
“Ya dari chatting”.
“Gantengan mana sama Ren?” cerocos Juan lagi.
“Ya...Ren. tapi secara level pendidikan Ren nggak sebanding dengan aku”. Juan akhirnya bisa maklum lagi.
“Ya sudah. Sekarang aku mau nanya sama kamu. Dari sekian laki-laki, siapa yang sudah pernah kamu kencanin, yang nelpon duluan?”
“Ren..”
“Siapa yang pernah bilang kamu cantik?’
“Ren..”
“Siapa yang nembak duluan?”
“Ren..”
“Hanya Ren kan?”
“Iya...”
“Sudah jelas jawabnya kok. Tapi terserah kamu deh. Kalau kamu nggak yakin ya nggak usah diterima, kalau yakin, ya terima. Titik.” Kata Juan tegas.
“Tapi..”
“No. Nggak ada tapi. Pembicaraan sudah selesai. Andy, minggir. Aku gantian main game.” Andy beringsut, karena tempat duduknya diambil alih Juan. Sementara itu Liz masih terlihat gamang.
“Ya lihat nantilah. Aku bingung. Milih Ren, atau Ano?” Itu kalimat terakhir Liz sebelum berlalu meninggalkan ruangan. Sesaat setelah berlalu Andy dan Juan saling berpandangan dan mengerenyitkan dahi.
“Ano nggak jelas aja kok diturutin. Maunya apa sih anak itu., sudah bagus ada yang mau jadiin dia pacar. Biasanya juga dia yang selalu nembak tapi gagal. Giliran ada orang yang bener suka, malah Ge-er. “ Juan ngomel tak keruan. Andy menghela nafas berat. Pikirannya teringat pada Ren, sepupunya yang benar suka sama Liz. Dia tahu betapa kecewanya kalau sampai mendengar apa yang disampaikan Liz. Tetapi diam-diam dalam hati dia berdoa agar Ren menemukan perempuan terbaik, lebih baik dari Liz, karena memang Ren adalah laki-laki yang sangat baik. But..nggak tahu ya, ini doa tulus, atau ada side effect, artinya....Andy biar tak pernah kehilangan Liz? Wuhuu....
***
Akhirnya memang benar, cinta Ren ditolak oleh Liz. Ren menceritakan itu kepada Juan melalui telepon.
“Alasannya apa?” Tanya perempuan berdarah Ambon itu penasaran.
“Ya katanya dia sudah memilih laki-laki bernama Ano. Dia sulit melupakannya. Ya sudah. Aku tak bisa maksa toh?” kata Ren. Juan mengerti. Ketika itu disampaikan kepada Rif, laki-laki bergelar Sarjana Komunikasi itu tertawa keras-keras.
“Ya ampun. Dia itu memberati seeorang yang nggak jelas ujung pangkalnya. Ano itu nggak jelas asal keluarganya. Dan sekarang pergi meninggalkan Liz dengan alasan yang tak jelas pula. Bahkan katanya dia sempat pinjam uang sekian juta rupiah untuk biaya perjalanan entah ke mana. Apa itu sih yang diberati? “
Juan mengangka pundak tanda tak tahu. Andy mengepulkan asap rokoknya perlahan. Jadi seperti itu to ceritanya. Ya ya, mungkin Ren memang belum beruntung bisa memilikinya. Tetapi Ren pasti lebih beruntung dengan tidak memilikinya. Bagaimana mungkin dia bersaudaraan dengan Liz? Yang pernah memberinya hadiah diam-diam sebagai tanda cinta?
Nah, kalau yang ini nggak tahu tuh. Apakah Andy tidak rela karena tak sanggup menyaksikan kebahagian Liz bersanding dengan pria lain? Ataukah masih ada harapan bagi Andy untuk bisa merebut hati Liz? Meski harus berkompetisi dengan Jack dan Bud? *
Bukannya sok gaul.
Tapi puas banget untuk ngungkapin sesuatu, yang bisa jadi kita sudah empet, dan tidak ada kata lain yang bisa mewakilinya. Contoh sederhana adalah ketika kita sudah tidak dipercaya, sementara usaha yang sudah kita lakukan sangat maksimal. Parahnya lagi adalah, kalau itu dijadikan kambing hitam untuk melegalkan kemauan seseorang, hanya seseorang.
But guys, Let's enjoy this world...
Dunia nggak hanya berhenti dari hal seperti itu. SO, yang perlu dilakuin adalah..the show must go on. Sia-sia banget kalau merhatiin sesuatu yang hanya jadi kendala kecil. Nggak penting. Toh itu hanya dari seorang. Banyak yang lebih bisa menghargai kinerja kok.
Senyum terindah di hari ini...:-)
Pada awalnya cerita ini dimulai dari sebuah percakapan, antara Andy, Aming dan Rif di suatu sore selepas jam kantor.
“Ada ide nggak nih buat nyelesain masalah Liz?” Aming membuka obrolan.
“Maksud kamu?” Andy bertanya sambil menghisap batang rokoknya.
“Kita semua pada tahu dong, kasihan dia kalau lama nggak punya pacar. Ujungnya kita juga yang repot. Kita jodohin aja gimana?”
Rif menjentikkan kedua jarinya tanda setuju.
“Bener banget. Tapi......pertanyaan kemudian adalah, dengan siapa? Joe? Jack? Robert? Atau salah satu di antara kita? Aku nyerah deh. Bukannya dia cinta mati sama Joe?”
Andy menggaruk-garuk jidatnya berpikir keras. Seolah ada ide briliant, sesaat kemudian matanya berbinar cerah.
“Aku ada calon nih.” Aming terperangah setengah tak percaya.
“Siapa?” tanyanya setengah menyelidik dan berdoa dalam hati, semoga laki-laki itu bukan dia. Andy tersenyum simpul.
“Ren...”
“Siapa dia? Laki-laki kan? Tulen kan?” Rif seperti biasa, sok detail.
“Ya iyalah, tinggi besar, kulit putih bersih. Dia masih ada hubungan saudara dengan aku. Kemarin aku baru ngobrol sama dia, curhat sih minta dicariin cewek”.
Dahi Rif berkerenyit.
“Emang dia mau sama Liz?” Andy membuka kedua telapak tangannya memberi isyarat tidak tahu.
“Oke, coba saja kamu kenalin. Siapa tahu jodoh. Bung, tugas kamu bilang sama Liz”. Aming berlaku dewasa kali ini. Singkat cerita, sepulang kantor Andy dan Rif menunaikan tugasnya dengan....sempurnaaaa (lagu lagi nih).
***
Dua hari kemudian terjadi cerita heboh yang menghentakkan dunia laki-laki radio swasta berjaringan di kawasan Candi itu. Baru kali ini sepertinya, naga-naganya, kayaknya, penerawangannya, alhasil...alah.....usaha Rif, Aming dan Andy menuai hasil. Cerita itu berkembang sedemikan cepat karena saking mengejutkannya. Riri yang ada di Jakarta pun sempat tak percaya akan hal ini.
“Apa? Ren bilang Liz cantik? Andy, suruh saudaramu itu memeriksakan matanya sehabis kantor”. Begitu komentarnya.
“Alamakkkk......akhirnya Liz mendapat arjunanya. Padahal usahaku meminta dia rebonding belum menampakkan hasil. Uh la la.....” ini komentar Agnes.
“Aku ya heran. Apa kriteria cantik menurut pandangan lak-laki di luar kita sudah berubah ya, sampai ada yang bilang Liz cantik. Oh My God” Rif turut andil bicara.
Sementara Aming cekikikan nggak jelas sedari pagi sampai siang sampai sore harinya, sampai besoknya, dua hari nggak berhenti sama sekali. Gokil!
“Oh gitu? Syukurlah.....tapi? Eh ya...sudahlah” Joe hanya singkat berkata. Tak tahu artinya, entah kecewa, bersyukur tapi tak rela, atau patah hateeee??? Hihihi....
“Wah alhamdulillah...akhirnyaaaa....aku lepas dari dunia keluhan. Oughhh...terima kasih Andy, Ren, Aming...kalian membawa laki-laki tepat untuknya” Yulie tak segan sujud syukur mendengar berita bahagia ini, seolah terlepas dari beban yang amat sangat. Maklum, Liz sering mempercayakan segala keluh kesahnya pada perempuan yang suka laki-laki lebih tua ini. Huu....
Intinya adalah, Ren suka Liz pada pandangan pertama. Setelah bertelepon, Ren ke rumah Liz untuk mencoba mengenalnya lebih dekat. Sepulang dari sana dia langsung menemui Andy dan bilang respek dengan Liz, berniat ingin menjalin hubungan lebih serius. Sama sekali tak percaya, semalaman Andy terjaga dari tidur, masih jelas terngiang kata-kata Ren di telinganya.
“Liz cantik.....Liz cantik....cantik...cantik...tik...tik...tik...” Kembali Andy menutupi mukanya dengan bantal kuat-kuat. Entah cemburu, tak percaya, atau ungkapan Ren adalah mewakili ungkapan hati terdalamnya yang tak tersampaikan?
***
Ramalan teman-teman kemudian adalah, Liz TENTU SAJA akan menerima Ren dengan tangan dan kaki terbuka. Tetapi TENTUNYA nggak seru dong, karena itu artinya cerita akan berubah menjadi manis, datar, dan seperti cerita cinta biasa. Fuihh......! Akhirnya untuk menepis asumsi yang tak jelas itu, Rif berinisiatif mengorek perasaan sejati Liz. Mereka ngobrol di De Lekker, restoran sederhana di sekitar kantor.
“Gimana kencanmu? Sukses kan?” Tanya Rif perlahan. Gadis di depannya tersenyum malu-malu. Rif bergidik. Imajinya membayangkan, saat itu di atas kepala Liz muncul berpuluh-puluh lambang hati berwarna merah.
“Kok malah senyum-senyum? Kamu suka ya?” Desak laki-laki yang menghabiskan masa kuliahnya di Kota Gudeg itu.
“Ehm...gimana ya? Ya dia cakep. Good looking. Katanya sih aku cantik..” Liz mempermainkan dua ujung jemarinya tersipu. Kepala Rif berkunang-kunang mendadak. Sebel banget dia dengan gaya Liz yang sok imut begitu.
“Trus jadinya gimana? Udah nyatain belum?” sergapnya nggak sabaran. Gadis di depannya yang sore itu mengenakan kemeja gombrong pink, celana baggy dan sepatu kets belum bergeming. Masih tersenyum-senyum. Rif maklum. Selang beberapa menit kemudian...
“Ya belum. Tapi dari gelagatnya sih, kayaknya dia suka aku” desis Liz yang melecut degup jantung Rif berdetak lebih kencang dari biasanya.
“Kok kamu ngerasa gitu? GR kali kamu?”
“Enggaklah. Aku bisa merasakannya kok. Kayak ketika Joe nyatain cinta sama aku dulu.” Blarrr! Rif seperti disambar geledek. Ternyata Liz bener masih terkenang sama Joe. Walah...!
***
Ren kembali bertemu dengan Liz beberapa kali. Kesimpulannya tetap sama; blind love is true, true love is blind, love is love, blind is blind? Ya ya ya....something like that-lah. Ternyata memang dia mencintai Liz, tetap bersikukuh bahwa Liz cantik, dan nekat memacarinya. Tahu dong, kalau cewek nggak pernah ditembak cowok, apalagi cowok itu ganteng, mempesona, seiman, bisa mendapatkan cewek di atas dia, 80% akan diterima dengan hati terbuka. Tetapi bukan Liz namanya kalau nggak bikin sesuatu yang aneh. So, jelaslah..cinta putih Ren ditolak, digantung, membuat laki-laki itu tak berdaya. Tetapi Ren tak patah semangat, masih menunggu cinta gadis itu. Penolakan dan sikap menggantung ini juga menghebohkan khalayak laki-laki di kantornya. Akankah penantian Ren berujung bahagia? Tunggu cerita selanjutnya yaaa...
Hot gosip this weekend adalah.....love is love, blind is blind. Halah!*
Bisa jadi karena memang ada yang menyakiti.
Atau lebih asik lagi kita mengatasinya dengan mengubah sudut pandang kita,
dalam menghadapinya.
Anggap saja tak ada yang bisa menyakiti,
karena diri ini layak bahagia,
mendapatkan lebih dari sekedar kesenangan,
tetapi kebahagiaan yang dalam.
So, hayuk tetapkan pilihan untuk selalu bahagia
sejak saat ini....
Cheers:-)
Bizarre Love Triangle
(Antara Jack, Liz, dan Bud........sumpah ini fiktif!)
Pelaku: Jack, Liz, Bud, Andi.
Cerita ini bermula dari kedatangan orang baru berwajah lama di kantor Jack. Bud namanya. Laki-laki ini dulu bekerja di kantor yang sama dengan tempat Jack bernaung sekarang, tetapi karena sesuatu dan lain hal, dia terpaksa ke luar karena harus pindah ke Denpasar. Setelah sekitar dua tahun, ternyata Bud lebih suka tinggal di Semarang yang panas ini. Karena itulah, beberapa bulan ini dia kembali bekerja di kantor redaksi sebuah stasiun radio swasta berjaringan di Lumpia City, sekantor dengan Jack.
Awalnya sih Jack tidak pernah berburuk sangka terhadap Bud. Hubungan mereka seperti layaknya satu team yang berjibaku mencari berita sebaik dan sebanyak mungkin untuk memuaskan boss. Atau lebih tepatnya Liz, sang koordinator yang diam-diam menjalin cinta dengan Jack. Karena Bud sudah menikah, tidak ada alasan Jack untuk sekedar mencemburuinya hanya untuk mengetes kadar kecintaan Liz kepadanya.
Tetapi ada yang aneh, ketika perempuan yang awalnya sama sekali tidak dicintainya itu menunjukkan perilaku ‘aneh’. Ya ya.....ceweknya itu agak cuek dan tidak seperhatian dari sebelumnya. Pagi-pagi tak ada sapaan hello dear dan sms mesra darinya. Ada apa gerangan?
Jack secara tak sengaja menemukan keganjilan itu ketika membuka peralatan editing di komputer ruangannya. Di layar terpampang gelombang hasil rekaman ketika Bud reportase. Nalurinya berkata dia harus memencet tombol play. Seperti biasa, Liz menyapa Bud dengan suara pelan tak bersemangat untuk meminta Bud melakukan tugas. Setelah selesai, terdengar suara tawa ‘renyah’ dari Bud yang disambut dengan kata-kata tak biasa dari Liz.
“Ya sudah, met tugas lagi ya. Ttdj....makasih bunganya” Suara Liz yang pelan serasa petir di siang bolong. Jack seperti tertampar seribu kali. Belum selesai panas hatinya, terdengar suara Bud menjawab.
“Ok. Kamu jangan lupa makan ya. Bye” Blarr!! Darah Jack naik ke ubun-ubun. Seumur-umur baru kali ini dia merasa dikhianati. Keringat dingin menetes di tengkuk. Tangannya mengepal. Jantungnya berdetak tak beraturan. Ingin rasanya saat itu juga merobek-robek komputer di depannya (Tukul kaleee...).
“Hai bro.....makan yuk” Suara dan tepukan Andi dari belakang mengagetkan Jack hingga mukanya pias.
“Hah? Kamu sakit bro?”
“Eh enggak kok. Sori aku sudah makan tadi. Lagian aku masih ada kerjaan. Kamu makan sendiri saja ya?”
Andi mengacungkan jempolnya tanda setuju.
***
Di kamar kosnya Jack gelisah tak tentu. Matanya nanar memandang langit-langit. Hatinya geram tiada tara (busett.....puitis banget). Dia ingat masa awal jadian dengan perempuan berambut ombak panjang itu di Black Canyon. Kenapa aku bisa menerima cintanya ya? Bagaimana mungkin aku bisa mencintainya? Apa sih yang menarik dari dia? Nggak ada. Tapi kok aku bisa jadian? Oughh.....tidakkk! Jack mengibaskan kepalanya kuat-kuat. Tapi ini bukan mimpi. Ini beneran. Trus kalau beneran, kenapa aku cemburu dengan Bud? Bisa-bisanya Liz mengkhianatiku? Apa sih istimewanya dia? Argghhhhhhh! Jack tak kuasa meneruskan bayangannya. Ya ya ya....aku bisa menerima dia karena selama ini aku selalu membayangkan bahwa Liz adalah perempuan mendekati sempurna. Berkulit putih bersih, berambut lurus, lincah, charming, tidak gendut, fashionable, bersuara merdu, good looking, segala yang berbalikan dari realitas. Itulah sebabnya dia bisa menerima Liz. Tapi setelah pengkhianatan ini? Darahnya kembali mendidih.
***
Andi manggut-manggut mendengar pengakuan Jack. Dia tak menyangka sahabatnya itu cemburu mengetahui rekaman suara mesra Bud kepada perempuan yang baru satu minggu dipacarinya itu.
“Kamu salah paham, bro. Bud sih pernah cerita ke aku, kalau itu hanya trik saja, biar Liz nggak cemberut gitu. You know-lah, di lapangan kan kerjaan berat. Jadi Bud cuman mancing biar ada dikit seger-seger gitu”.
“Mancing apaan? Serius....mesra gitu. Kamu tahu dong, Liz kan GR-an orangnya. Bisa-bisa Bud dikira naksir. Amit-amit.”
Andi angkat tangan. Hatinya maklum,tampaknya laki-laki bukan perokok yang sangat memperhatikan jam tidurnya itu benar-benar terbakar api cemburu. Akhirnya dia memutuskan untuk mengklarifikasinya ke Bud, supaya semua gamblang.
Alhasil, Andi menyampaikan semuanya kepada Bud. Dan Bud tersenyum simpul. Dia menyampaikan maksudnya untuk berbicara empat mata dengan pacar Liz malam harinya di kantor, selepas mengerjakan tugas. Malam itu Andi hanya memantau pertemuan keduanya dari ruang tengah, sekedar jaga-jaga kalau terjadi pertumpahan darah atau sesuatu yang tidak diinginkan.
***
“Aku tahu kamu lagi kesel, Jack. Biarkan aku jujur,ok?” Bud mengawali pembicaraan. Jack tertunduk tak bergeming.
“Aku tidak bermaksud menyakiti siapapun. Aku sendiri heran dengan pacarmu itu, yang tiba-tiba berlaku mesra sama aku. Tiap pagi dan malam dia selalu mengirimi sms yang isinya memperhatikan kesehatanku, makanku, dan lainnya. Dia juga menyinggung-nyinggung tentang keberadaan istriku di Denpasar. Apa maksudnya? Aku tak tahu. Sampai kemudian dia memberiku kue sebelum berangkat liputan. Jack, aku tak tahu maksudnya apa?” Nada Bud merendah. Gigi Jack gemeletuk menahan amarah. Apa sih maksud Liz?
“Trus kenapa kamu memberinya bunga?” Suara Jack berat, menahan emosi.
“Ya ampun...itu bunga waktu ada aksi damai dari KPI. Bunga yang ditempel di flyer untuk aksi damai di hari perempuan. Ya itu aku taruh saja di meja. Mana aku tahu kalau ternyata yang ngambil dia. Malah awalnya aku mau kasih itu ke Mbak Tati. Aku juga baru tahu siang itu kalau yang nerima dia. Alamak....Jack, aku tak akan pernah mengganggu kalian. Percayalah.” Bud menepuk pundak Jack hangat. Dia bersyukur rekan setimnya ini percaya dengan penjelasannya.
***
Apakah masalah sudah selesai? Ternyata kadar cinta Jack ke Liz memang sedang diuji. Reda satu masalah, muncul masalah lain. Sehabis liputan lagi-lagi laki-laki asal Purwokerto ini mendapati hal aneh. Di bloknote Liz tertulis (tulisannya Liz) untaian puisi yang membuat hatinya terbakar kar kar......
“Seandainya waktu bisa berputar arah, aku akan memilihmu. Kau begitu dewasa, bisa menjadi sandaranku. Tetapi sayang, waktu berlalu begitu cepat. Biarkan aku mencintaimu tanpa memilikimu. Aku cukup bahagia memandangmu tiap hari, mengasihimu. Biarkan aku, Bud. With love, Liz”
“Kampretttttt.....!” Jack geram dengan sendirinya. Bergegas dia meninggalkan kantor untuk kembali ke kos. Tiba-tiba mata hatinya seperti terbuka.
“Bagaimana mungkin aku bisa mencintainya? Enggaklah, enggak..!! ini lagi-lagi mimpi. Dan aku yakin, aku tak akan bisa diperdayainya. Tidakkkk.....ini mimpi, mimpi....!” Jack berteriak sepanjang jalan.
But Guys....apakah cerita yang kedua ini benar-benar mimpi Jack? Ayolah Jack....kamu bersuara. Juga Bud, apa benar kamu tak pernah memberinya bunga? Ngaku...!Hahaha....peace
Jelang hari Kartini...
Kalau hari gini masih ada yang ngeribetin masalah gender, sepertinya aneh. Memang sih sudut pandangnya bisa macem-macem kalau ngomongin masalah satu ini. Tapi mari kita berpikir 'nyaman dan tidak nyaman' saja. Selama ini --disadari atau tidak-- beberapa orang terjebak dengan stereotype bahwa perempuan biasanya nyetir lamban, ngaco, bla bla...Perempuan pasti ngatasin masalah dengan teriak, nangis, merajuk. Eleuhh....hayo ngaku, siapa laki-laki yang nggak pernah ngelakuin itu semua? Sama kannn?
So....semua itu tidak terpaku pada subjek, laki or perempuan, tapi sikapnya itu lho. Siapapun dia, laki-laki or perempuan kalau nyetirnya ngaco ya yang dilihat adalah cara nyetirnya, bukan 'siapa'nya. Iya dong?
Selamat hari Kartini ya:-)
Ada yang bilang cemburu buta. Itu kalau kita nggak jelas cemburunya ditujuin sama siapa, atau dengan apa? Karena pernah sih ada 'teman' yang cemburu, gara-gara pacarnya pulang-pulang naik motor, di setirnya nangkring dua helm. Udah suuzon tuh dikirain boncengin cewek yang ngebet sama dia. Kok bisaaa??
Ada juga yang bener jealous karena bener sayang sama pasangannya. Contohnya, kalau pasangannya 'nakal', tepe-tepe sama 'pere' laen. Emang sih setelah dikonfirmasi katanya iseng, ga serius. Tapi?? Maen api bisa kebakar kaleee.....
Ada juga yang ga pernah jealous. Nah ini alasannya juga macem-macem. Katanya sih karena sudah saling percaya. Tapi ada juga yang emang nggak cemburuan. Walah...gimana rasanya ya? Masak sih, kalau pasangannya ngelirik perempuan lain, nggak jealous? hmm.....
Seberapa sih kadar cemburu yang dibolehin? Kamu pernah merasakannya?
Aihhh.......lagi romanits ya? Hehe...
Liverpool always on my mind
Laga dini hari yang menegangkan dan seru.
Memang sih akhirnya my team kalah.
Liverpool menjebol gawang The Blues dengan 4 goal,
tapi pertandingan mati-hidup patut mendapat acungan jempol.
Baiklah, The Reds akan berusaha lagu untuk tahun depan.
Tetap dukung Liverpool!
Hari ini campur baur dalam suasana pemilu 2009.
Apapun dan siapapun yang dipilih, atau ada yang tidak memilih,
semoga membawa perubahan buat Indonesiaku terkasih.
peace...
Itu tidak harus tergantung sama orang lain, kecuali hanya diri sendiri.Memang sih awalnya akan sulit, tetapi kalau dilatih lama-lama sudah terbiasa. Bahwa kebahagiaan kita tidak tergantung oleh teman, perusahaan, siapapun, apapun.
Bahagia tergantung dari cara pandang kita menghadapi sesuatu. Apabila BAHAGIA adalah keputusan yang sudah kita ambil, ya resikonya adalah memang hanya BAHAGIA. Begitu juga sebaliknya.
So, sudah siap memutuskan untuk apa hari ini? Hehe...
Saya baca lagi The Secret tuh semalem. Jadi geli sendiri, karena apa yang ditulis di situ, memang bener, bener banget. Makanya kadang saya berpikir, apa sih susahnya tersenyum kepada siapapun, tanpa tendensi, kecuali hanya ingin ramah dan balik mendapat senyum di hari itu? Atau sedari bangun tidur, kita tersenyum mendapati hari, terima kasih diberi kesempatan menikmati dunia lagi, hari ini.
Tapi ternyata tidak semua orang bisa melakukannya. Bahkan ada yang membawa emosi dirinya ke orang lain. Ujungnya, kita yang hafal dengan kebiasannya jadi merasa aneh, dan memakluminya. Maklum karena tidak mudah mengendalikan marah, kebingungan, frustasi, cemburu, merasa miskin, terbelit utang, dan masih banyak lagi yang lain. meski sebenarnya, kalau kita mau berusaha berpikir jernih, itu bisa kita balikin.
Bahwa semua akan baik-baik saja, dan membahagiakan:-)
Pelaku: Andy, Juan, Liz (dia lagi-dia lagi....huuuu), Yuli, Agnes, Asri, Riri, Jo, Advi, Robert, Jack, Khrisna, Indra, Erna.
Hari ini adalah hari ulang tahun Andy. Laki-laki berkepala pelontos itu tak membayangkan hal aneh akan terjadi pada hari istimewanya itu, karena seperti tahun-tahun sebelumnya, pasti akan sama kejadiannya. Toh kalaupun ada perubahan, paling perubahan kecil dan tak begitu berarti. Pagi hari dengan semangat ceria menyambut matahari dia berangkat dengan suka citanya ke kantor untuk menunaikan tugas seperti biasa. Perlahan ditaruhlah tas ransel hitamnya di dekat almari depan News Room. Sambil bernyanyi riang Andy berkeliling untuk membuat ruangan menjadi bersih bersinar...alah. Begitu selesai laki-laki yang menyukai band Maroon Five itu langsung akan ke luar kantor untuk membayar keperluan lainnya. Ketika akan memasukkan uang ke dompet, matanya membelalak melihat ada bungkusan koran di dalam ranselnya.
“Apaan nih? Ah pasti kado dari Juan” begitu pikirnya. Dia lantas menuju ruang belakang menemui Juan.
“Juan, nih ada bungkusan di dalam tasku dari kamu ya?”
“Bungkusan paan? Enggak tuh. Oh ya kamu ulang tahun ya? Selamat ya....” Juan mencium pipi kiri dan kanan Andy yang masih bengong memikirkan asal-muasal bungkusan itu.
“Trus ini dari mana? Punya siapa?”
“Coba buka deh” Usul Juan. Pelan-pelan Andy membuka bungkusan itu. Alamak! T-shirt berwarna hitam. Juan paham akhirnya.
“Sudah deh, itu mungkin hadiah ulangtahun buat kamu. Bikin deg-degan saja sih. Kirain bom. Terima saja, atau simpan. Paling kalau ada yang punya bakal teriak-teriak nyari” Kata gadis Ambon yang terkenal dengan pantat besarnya itu.
Akhirnya Andy tak mau berpikir panjang dan kembali memasukkan bungkusan itu kemudian menyalakan mesin motornya.
***
“Juan...Asri ngajakin kita kumpul nih. Ntar ketemu di studio after hour ya. Tolong hubungi Yuli” Suara Riri di ujung telepon.
“Oke deh” Gadis Ambon manggut-manggut dan menelepon Yuli untuk kencan ketemu di studio sore hari.
Memang sih nggak ada rencana spesial. Hari itu kebetulan Asri baru datang dari tugas besarnya di Aceh dan akan segera pergi meneruskan S2 ke Amrik. Rencananya sore itu kami akan ke rumah Agnes karena mendapat kabar dia sedang pendarahan. Dan memang akhirnya Riri, Yuli, Juan, dan Asri berangkat ke rumah Agnes dari studio jam 5 sore.
Sampailah di rumah Agnes. Dan you knowlah kalau pere-pere pada ngumpul, yang diomongin nggak jauh-jauh dari seputar body, baju, gincu, dan.....gosiplah haiy. Dan gosip terhangat sore itu dimulai dari obrolan Yuli.
“Tadi pagi udah pada dapet keluhan belom?” Yang dimaksud keluhan ini adalah curhatan dari Liz, yang nggak pernah ada positifnya. Naga-naganya keluhan selalu bermuara pada uang, uang, lanang, lanang hahahaha......Serentak kami menjawab;
“Enggak tuuuhhhhhh...”
“Tau deh, tadi di bulbo Friendster kok dia nulis sesuatu yang aneh. Katanya nih, dia ngasih kado ultah buat someone, tapi bete, karena someone itu nggak tahu kalau doi yang ngado”Cerita Yuli.
“Whatttt???” Juan hampir terlompat dari tempat duduknya. Bola matanya memutar geli geli surprise gimana gitu.
“Kenapa sihhh? Ada yang aneh?” Tanya Riri.
“Astaga....jadi....jadi.....hahahaha....”Juan tergelak tak terkendali. Kami berempat saling pandang tak tahu.
“Kenapa sih Juan?” Asri want to know. Dengan masih berkaca-kaca manahan ketawa Juan cerita soal kaos tadi. Setelah mendengar ceritanya, kontan kami berempat ngakak tiada tara.
“Ya ampyunnn......segitunya ya Liz menaruh simpati ke Andy?” Agnes tersenyum geli.
“Yang aneh kan yang ngasih kado, kalau mau dikenal ya tulis nama kek. Kalau nggak mau nulis nama ya kasih saja sendiri” Riri mengkritik.
“Alah alah......jadi itu to maksud buletinnya” Yuli lega.
***
Andy kaget mendapati Juan pagi-pagi sudah menyambutnya dengan senyum mencurigakan.
“Ada apa sih kok senyum-senyum?” Tanyanya.
Juan tak menjawab dan terus membuntuti langkah Andy sambil tak melepas senyum dari bibirnya.
“Ada apa sih?” Tanyanya kesal. Gadis Ambon berambut merah menyala ini masih saja enggan mengatakan sesuatu. Andy makin heran dan nekad tak mengacuhkannya. Akhirnya Juan ketawa lepas. Andy makin merasa ada yang tidak beres.
“Tahu nggak sihhh...ternyata dia ada hati bo sama kamu...”
“Maksud lo?” Andy curiga.
“Kaos itu ternyata...ternyata spesial kado dari perawan berambut panjang berombak di dekat almari kamu. Hahahha...” Juan tergelak puas. Kemudian diceritakanlah hasil gosip kemarin sorenya. Andy hanya geleng-geleng kepala mendengarnya.
“Pasti ini gara-gara Jo mengabaikan cintanya. Kok aku yang jadi sasaran sih? Huh!” Gerutunya geram. Juan masih ketawa tak berhenti. Dan tampaknya cerita itu sudah tersebar luas sampai ke Trijaya Network, termasuk Pangeran Cinta Liz, Jo yang berlokasi di Jakarta. Sontak dong, doi menelepon Andy.
“Heh.....gimana tuh perasaannya mendapat kaos cinta dari perawan?” Tanya Jo dengan nada mengejek. Darah Andy mendidih.
“Pasti gara-gara kamu kan? Lagi berantem, Jo? Bilang dong kalau berantem. Malah aku yang jadi sasaran!” Andy bernada marah. Jo bergidik juga, nggak biasanya Andy si cool-man ini bisa marah segini hebat.
“Kok nyalahin gue?” Tanya Jo.
“Ya iyalah. Dari beberapa hari ini dia curhat ke aku. Katanya kamu kadang memberi hati sama dia, tapi kemudian menghempaskannya begitu telak. Kok kamu tega sih mempermainkan cintanya? Dia tuh cinta mati sama kamu, Jo” Tutur Andy.
“Yaelahhhh.....elu tahu dong, Ndy....gue nggak cinta sama dia” Elak Jo.
“Ya tapi itu masalah kalian. Udah deh, nggak usah bawa-bawa teman. Kalian jadian aja”
“Idih ogah amat” tandas Jo sambil menutup telepon.
Btw, kok Andy bisa galak gitu sih? Ah itu mah bisa-bisanya penulis saja. Biar kelihatan ada nuansanya, nggak true story banget gituh hahaha...
***
Malam harinya Andy gelisah tak karuan di dalam kamar.
“Ahhh...pasti gara-gara kaos aneh itu” Gumamnya kesal.
Dibukanya kembali bungkusan koran (baca=kado) itu. Matanya nanar memandang kaos hitam bergambar pemandangan dan alam itu. Mengelebat bayangan Liz, perempuan yang paling sulit tersenyum di kantornya. Sampai hari itu Andy tak pernah tahu apa yang mendasari Liz tak punya pacar. Melihat tongkrongannya saja sudah membuat para lelaki illfeel. Bagaimana tidak? Di jaman tanktop kayak gini, Liz masih bercelana baggy, kemeja laki, dan rambut anti bonding. Belum lagi hal itu ditunjang dengan bodynya yang superwonder-lah untuk women. Belum lagi nggak pernah berparfum, anti high heel, sekali bergincu malah berlepotan nggak keruan. Alamakkk! Help!
Coba ya Liz itu berambut ala Beyonce, nggak usah langsing amat no problem, tapi stylish gitu. Secara nih doi kulitnya lumayan putih, agak bergaya sedikit, wangi, murah senyum. Bisa jadi Jo ataupun Andy, Jack, Advi, Robert.......bakal mau menjadi suaminya. Khrisna dan Indra kali bakal tepe-tepe juga, secara Mbak Emil dan Erna di rumah kaleeee. Harap diketahui ya, Liz memang cinta mati sama Jo, laki-laki mantan marketing di kantornya yang sudah hengkang ke Jakarta itu. Semua Network juga tahu kalau hanya Jo yang bisa meluluhkan hati si Baggy-gurl itu. Tapi????
Dan sekarang dia memberi harapan pada Andy. Salah apa sih? Memang sih memang, cinta tak pernah salah. Tapi Liz yang salah. Wakakakak......takut bermimpi buruk seperti Jack, Andy melempar kaos hitam itu kuat-kuat ke dinding. Badannya meringkuk di kasur. Matanya ditutup bantal dan berkompromi dengan Tuhan, menghiba supaya malam ini tidak dikasih mimpi tentang Liz. Amien.
Apakah Andy malam itu mimpi tentang Liz? Tanya saja sendereeeee..........(end*).